Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara Zaman Spanyol
Ferdinand Magelhaens
(kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh inilah, yang
memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan
bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut
negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar
melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria,
dan Santiago—yang terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk
Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar
menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai
Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf,
yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk
perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan
ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el
paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara
itu, udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada
tanggal 31 Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim
salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama
daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama
kali—dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai
sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten
serta perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah
mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang
cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin
pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian
penduduk lokal yang kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil
dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut
menyebut daratan itu Patagonia—dari kata Spanyol yang berarti "kaki
besar"—hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar
anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah
air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak
lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara
tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami
korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para awaknya
dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat kapal
yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di
tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat
tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga tanggal
21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata
terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya,
mereka berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat
Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio
dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali
ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di
antara tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati
selat yang berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu banyaknya api di
sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang Indian, jadi mereka
menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan
mereka untuk memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi
bencana, dimana kemudian ia terlibat dalam pertikaian antarsuku. Hanya
dengan dibantu kekuatan 60 pria, ia menyerang sekitar 1.500 penduduk
pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun harus melawan senapan busur,
senapan kuno, namun Tuhan akan menjamin kemenangannya. Akan tetapi yang
terjadi adalah Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens
pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap,
'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati
kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan
dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya
bersahabat.
Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak
mungkin untuk berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian
menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih
tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu
kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan
rempah-rempah, kemudian kedua kapal itu kembali berlayar secara
terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal tersebut,Trinidad
tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián
de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu,
mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung
Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan
strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada
tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18
pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun
demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang
berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi
pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria
seberat 26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan
setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali,
hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang berada di kapal pada
awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali,
Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa
Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1] yang bertindak
sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada
perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan
Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan dalam
pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias di Seville,
Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang tepat,
yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel
Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de
Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten. (baca selengkapnya
dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia" oleh David DS
Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau
Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari
pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara
melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk
pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang
kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras,
damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena
kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang
berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu
di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang
memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia
oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi
daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat
pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan
gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan
dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan
berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat
pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan
Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan
niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak
memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis melakukan
pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563
dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di
Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan
Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh
pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol
dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang
menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke
Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo.
Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di
Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia
ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari
Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang
Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora
Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en
hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan
Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan
besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore
lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui
Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para
budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu
bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang
dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah
ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai
Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad
ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah
itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman.
Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para
pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan
tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
kepanjangan infonya cuy, ai ampe pucing
BalasHapus